Misaeng & Marriage Contract, deep thought of me

image

Dalam waktu dua yang berdekatan baru-baru ini ane nonton dua drakor. Anggap ane plin-plan atau cari-cari alasan karena selalu ngaku lebih suka dorama ketimbang drakor tapi untuk satu kali ini ada pengecualian. Ane selalu ga tahan nonton drakor yang punya awal cerita yang bagus tapi makin ke tengah dan akhirnya jadi berantakan dengan kata lain drakor yang ga punya cerita solid ga akan ane lirik lagi atau ane tinggal nontonnya, terlepas aktor atau penulis favorit ane sekali pun yang terlibat di dalamnya. Karena menurut ane jika ane tetap bertahan lihat sampai akhir itu sama aja buang-buang waktu. Nonton drama/film yang ga meninggalkan impact tertentu yang tentunya positif buat yang nonton itu sama aja ga ada manfaatnya.

Itulah sebabnya ane meninggalkan Descendant of the Sun. Mungkin selera ane ini antimainstream atau apa pun sebutannya, tapi alur cerita DotS membuat ane kehilangan minat untuk nonton drakor itu sampai habis. Euforia pesona kapten Yoo Shi Jin ga berhasil membuat ane bertahan. Kisah cinta di DotS juga ga membuat ane tergugah. Oke, drama ini punya kekuatan di dalam dialog-dialog para tokohnya. Itulah yang mula-mula menarik ane untuk melirik drama ini selain penulisnya tentunya. Kekuatan dialog-dialog itu yang mungkin membengkas di penonton. Dialog-dialog itu yang membuat para tokohnya dikenal dan disukai publik. Juga mungkin kekuatan akting pemainnya. Tapi secara keseluruhan, plot cerita yang menjadi inti dari sebuah drama, berantakan. Hal-hal janggal dalam cerita DotS yang sesungguhnya kurang bisa diterima akal mulai membuat ane ragu sampai akhirnya ane ga tahan dan menyerah di tengah-tengah. DotS kehilangan pesonanya di mata ane. Sama seperti busa sabun yang makin lama makin menghilang karena sinar matahari. Ceritanya ga meninggalkan bekas sama sekali, kecuali ost-nya mungkin.

Tapi, dalam kesempatan ini ane ga akan membahas DotS lebih lanjut lagi. Ane akan kembali ke awal bahasan tadi. Sebenarnya hal ini berlaku pula saat ane lihat dorama/film Jepang.  Kalau ceritanya udah melenceng ga karu-karuan niscaya ane tinggal. Pengecualian yang ane sebutkan tadi adalah dua drakor yang baru-baru ini ane lihat, yakni Misaeng dan Marriage Contract. Untuk kasus Misaeng, sebenarnya udah agak lama ane mendengar pendapat dari para viewer betapa bagusnya drama ini. Bisa dibilang ane cukup telat lihat drama ini karena walaupun sudah tahu pendapat yang bernada memuji dari para viewer tersebut, belum lagi daftar penghargaan yang diterima drama ini baik penghargaan lokal maupun internasional, kesempatan itu belum mampir ke ane. Sampai baru-baru ini. Entah apa yang membuat ane akhirnya mengambil keputusan melihatnya, mungkin rasa penasaran yang diam-diam menumpuk yang membuat ane akhirnya ga tahan lagi ingin membuktikan sendiri, benarkah Misaeng sebagus itu? Benarkah sebagus kata orang?

image

Dan akhirnya ane melihatnya sendiri. And YES! Misaeng is make my mind blew away completely. Such a wonderful dan heartwarming drama. Kekuatan ceritanya mulai dari episode pertama hingga akhir membuat ane berkali-kali menahan napas. Ane begitu berlarut mengikuti kisah kehidupan para tokoh di dalam drama ini, seolah-olah ane menjadi bagian di dalamnya juga. Cerita drama seperti yang ditawarkan Misaeng inilah yang ane cari-cari dari kesenangan menonton drama. Cerita yang menginspirasi, cerita yang menimbulkan efek positif bagi penonton, cerita yang membuat penontonnya berpikir bagaimana melakukan sesuatu yang lebih baik lagi dalam kehidupan nyata mereka. Bukan hanya adanya keterkaitan hubungan emosi yang terjalin di antara penonton dan cerita drama, dimana kita merasa ikut terlibat di dalamnya, tapi juga hal itu membuat kita memikirkan soal kehidupan diri kita sendiri. Bagaimana membuat kehidupan kita selanjutnya menjadi lebih baik dan bermakna. Well, Misaeng membuat ane seperti itu.

image

Sama halnya dengan Misaeng, Marriage Contract meninggalkan dampak yang hampir serupa buat ane. Mungkin hal itu terjadi karena kedua drama ini berusaha menggambarkan kehidupan para tokohnya senyata mungkin dari awal sampai akhir. Dan ane tahu hal itu tidaklah mudah. Konsistensi cerita dari kedua drama ini membuat ane berkali-kali kehilangan kata-kata. Gambaran kehidupan senyata dan sedetail mungkin yang diberikan drama ini seolah membuat jarak di antara penonton dan drama menghilang. Karena ceritanya masuk dalam logika kita, karena itulah yang mungkin terjadi dalam kehidupan sehari-hari kita, makanya kita ikut merasa terlibat dalam drama tersebut. Dramanya mungkin saja penuh dengan dialog omong kosong namun kehidupan yang coba digambarkan di dalamnya bukanlah omong kosong. Hal itu benar-benar terjadi dalam kehidupan nyata kita. Karena itu, hati kita tergugah dan tersentuh.

Ane akan buat pengakuan. Dari pengalaman melihat kedua drama tersebut, tidak ada satu episode pun ane ga nangis. Mungkin ane yang terlalu sensitif makanya gampang banget mengeluarkan air mata tapi hati ane ga bisa bohong. Ane merasa ikut menjadi bagian dalam kedua drama tersebut makanya saat si tokoh A merasa gundah, ane ikutan gundah. Saat si tokoh B tertimpa kemalangan, ane merasa empati dan iba. Saat tokoh C bahagia, ane ikutan bahagia dan nyengir sendiri. Saat si tokoh D frustasi dan menangis, ane ikutan seperti dia, mewek sambil megang setumpuk tisu. Karena ceritanya membawa kehangatan di dalam diri ane. Ceritanya mungkin bohongan, karangan si penulis aja tapi emosi yang terlibat di dalamnya bukan bohongan karena apa yang coba digambarkan dalam drama tersebut adalah kehidupan nyata yang apa adanya, yang mungkin salah satu dari kita pernah mengalaminya sendiri. Karena drama yang kita lihat sesungguhnya adalah bagian dari drama kehidupan milik kita juga.
Itu dari segi cerita. Misaeng dan Marriage Contract punya kekuatan cerita seperti itu. Jangan tanya bagaimana akting para aktornya membawakan karakter yang mereka perankan. Atau directing-nya. Atau editingnya dan segi lainnya. Karena itu semua sudah mencakup keseluruhan drama tersebut. Pujian dari para viewer, cerita-cerita pengalaman mereka selama menikmati kedua drama ini, adalah bukti bagaimana kedua drama ini berhasil menyentuh hati mereka. Dan itu sudah cukup buat ente yang mengaku sebagai kdrama lovers tapi belum juga nonton kedua drama ini untuk memberi kesempatan pada kedua drama ini membuat ente terpukau luar dalam.

Kedua drama ini menawarkan sudut pandang cerita yang berbeda. Misaeng mencoba menggambarkan kehidupan suka duka pekerja kantoran di sebuah perusahan perdagangan multiinternasional. Bagaimana hubungan senior-junior di tempat kerja yang sesungguhnya terjadi dalam kehidupan nyata.

Marriage Contract, sesuai dengan judulnya pasti bisa nebak cerita drama ini seperti apa. Mungkin sebelum nonton sudah pesimis duluan kalau ceritanya bakal sama aja seperti cerita drama dengan tema sejenis. TAPI walau mungkin terdengar klise dan bisa ditebak bagaimana alur ceritanya, Marriage Contract punya pesonanya tersendiri yang membuat beda dengan drama tema sejenis. Yang membuatnya berbeda adalah bagaimana drama ini berusaha menghadirkan kisah kehidupan para tokohnya dari awal sampai akhir se-real mungkin sama dengan kehidupan nyata yang kita alami. Hal inilah yang jarang ane temui saat menonton drakor. Kegembiraan dan kesedihan yang dialami tokoh-tokohnya bukanlah kegembiraan dan kesedihan yang jauh dari jangkauan kita, jauh dari logika berpikir kita, melainkan sangat dekat, sesuatu yang kita kenal akrab karena kita sendiri pernah punya pengalaman yang serupa. Hal itulah yang membuat hati kita terasa familiar, terasa hangat. Menonton kedua drama berkualitas ini bukan hanya kesenangan semata yang didapat tapi juga sebagai media ‘healing’ diri kita agar bercermin dan berusaha melihat kehidupan kita sendiri dengan mata yang lebih positif.

Ane ga akan cerita panjang lebar lagi di sini. Silahkan buktikan sendiri, apakah pendapat ane dan orang-orang yang terlanjur tersihir kedua drama ini benar adanya atau tidak. Enjoy dan cobalah petik pelajaran yang ditawarkan kedua drama bagus ini.

Tinggalkan komentar